MAKALAH
DEKONSTRUKSI
PUISI KARYA SUTARDJI CALZOUM BACHRI
TUGAS MATA
KULIAH FILSAFAT BAHASA
Oleh : Cartimah
Nim : 1514500106
Kelas : 2B
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM
BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
UNIVERSITAS
PANCASAKTI TEGAL
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………. ……………………………………..... i
DAFTAR ISI………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………...... 1
B. Rumusan Masalah ………………………………………. 1
C. Tujuan…………………………….................................... 1
D.
Manfaat............................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Analisis Puisi Sutardji Calzoum Bachri
……………........ 2
1. Analisis Puisi “O” ……………………………..... 2
1.1 Unsur
Intrinsik.......................................... 3
1.2
Nilai-Nilai................................................. 6
1.3
Makna........................................................ 6
2. Analisis Puisi “Tapi”
…………………………… 7
2.1 Unsur
Intrinsik........................................... 7
2.2
Nilai........................................................... 9
3. Analisis Puisi
“Batu”................................................ 9
3.1 Unsur
Intrinsik............................................. 10
4. Analisis Puisi
“Sepisaupi”......................................... 14
4.1
Unsur Intrinsik............................................. 14
4.2 Makna........................................................... 16
5.
Analisis Puisi “Tanah Air Mata”............................... 16
5.1
Makna.......................................................... 17
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan ……………………………………….. 20
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………… 21
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pemahaman
bahasa puisi sangat penting dalam memahami karya sastra, khususnya puisi.
Meskipun hal ini sangat penting, sampai sekarang dalam penelitian kesusastraan
Indonesia modern, penelitian bahasa puisi secara khusus dapat dikatakan belum
ada yang memuaskan. Pada umumnya peninjauan puisi Indonesia modern yang sudah
ada lebih dititikberatkan pada tinjauan isi pikiran, pandangan hidup penyair,
serta masalah-masalah yang dibeberkan dalam sajaknya.
Dalam
menganalisis puisi, faktor kebahasaan sangat penting, bahkan dapat dikatakan
terpenting karena kepuitisan utama dalam sajak terletak dalam bahasanya. Tanpa
kepuitisan, puisi hampir tidak berguna untuk dikatakan karya seni sastra. Hal
ini berhubung dengan hakikat sastra sendiri, seperti yang dikemukakan oleh Rene
Wellek dalam Pradopo (1979: 2) bahwa sastra itu adalah karya rekaan
(imaginative) yang unsur estetisnya dominan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
analisis puisi Sutardji Calzoum Bachri ?
C.
Tujuan
1.
Menjelaskan
analisis puisi Sutardji Calzoum Bachri. Di samping itu, analisis ini bertujuan
untuk memahami puisi Indonesia pada umumnya .
D.
Manfaat
Melalui makalah
ini, diharapkan pembaca memahami puisi karya Sutardji Calzoum Bachri hingga ciri dan ragam jenisnya.
1
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Analisis
Puisi Sutardji Calzoum Bachri
Analisis ini dikhususkan pada
analisis bahasa sajak-sajak Sutardji Calzoum Bachri. Sajak-sajak Sutardji ini
memiliki sisfat-sifat istimewa karena kebaruannya, ada yang mengatakan bahwa
sajak-sajaknya telah dapat menggantikan kedudukan sajak-sajak Chairil Anwar
dalam perannya untuk memperkembangkan perpuisian Indonesia modern selanjutnya
(Junus, 1976; Toda 1977, 1978).
Bahasa puisi yang merupakan lapis
arti yang kedua meliputi bermacam-macam unsur, yang merupakan bagian-bagiannya,
di antaranya kosa kata, faktor ketatabahasaan, bahasa kiasan, citraan
(imagery), sarana retorika, dan gaya kalimat puisi. Dalam makalah ini diuraikan
bahasa puisi Sutardji Calzoum Bachri berdasarkan urutan yang demikian itu.
Dalam pembicaraan bahasa puisi, perlu pula dibicarakan kepuitisannya. Hal ini
mengingat bahwa bahasa puisi itu mempunyai sifat tersendiri, lain dari bahasa
sehari-hari atau bahasa ilmiah, sesuai dengan hakikat sastra, yaitu karya
imaginatif bahasa yang unsur estetisnya dominan (Wellek, 1976: 25).
Selain rangkaian satuan arti itu
menimbulkan pengertian yang lengkap dalam puisi disusun sedemikian rupa
sehingga menimbulkan efek puitis dan menimbulkan nilai estetis pada sajak.
Rangkaian itu dalam konteks beraneka ragam coraknya. Di samping itu, bahasa
puisi bukan semata-mata berisi arti kamus saja, melainkan juga berisi kiasan,
yaitu semacam arti tambahan atau konotasinya. Bahkan, ada sekelompok kata yang
terkemuka arti kiasannya, sedang arti kamusnya “hilang” atau “lebur”, sehingga
kata-kata itu merupakan bahasa kiasan. Berdasarkan hal itu, dalam makalah ini
dibentangkan bermacam-macam hubungan kata dalam konteks dan jenis-jenis satuan
arti yang mengandung arti kiasan yang keduanya menimbulkan efek puitis berikut:
1.
Analisis
Puisi "O" Karya Sutardji Calzoum Bachri
"O"
dukaku dukakau dukarisau dukakalian dukangiau
resahku resahkau resahrisau resahbalau resahkalian
raguku ragukau raguguru ragutahu
ragukalian
mauku maukau mautahu mausampai maukalian maukenal maugapai
siasiaku siasiakau siasia siabalau siarisau siakalian siasia
waswasku waswaskau waswaskalian waswaswaswaswaswaswaswaswaswas
duhaiku duhaikau duhairindu duhaingilu duhaikalian duhaisangsai
oku okau okosong orindu okalian obolong o risau o Kau O.
1.1. Unsur Intrinsik
·
Tema
Tema
yang terdapat dalam puisi O adalah kebimbangan seseorang yang sedang berduka
dan resah karena mencari sosok Tuhan. Sosok tersebut mau mengenal Tuhan lebih
jauh karena dia merasa ragu terhadap keyakinannya. Namun pencariannya terasa
sia-sia. Maka sang tokoh pun merasa was-was.
·
Tipografi
Tipografi
disebut juga ukiran bentuk puisi. Tipografi adalah tatanan larik, bait,
kalimat, frase, kata dan bunyi untuk menghasilkan suatu bentuk fisik yang mampu
mendukung isi, rasa dan suasana. Tipografi yang digunakan dalam puisi O adalah
tipografi bebas sesuai dengan kenginginan penyair.
·
Rima/Aliterasi
Rima yang
terdapat dalam puisi O adalah rima aliterasi. Rima aliterasi adalah bunyi-bunyi
awal pada tiap-tiap kata yang sebaris, maupun pada baris-baris berlainan.
Contohnya:
dukaku dukaku dukarisau dukakalian dukangiau
Bunyi d pada kata-kata dalam baris pertama bait puisi di atas
disebut rima
aliterasi.
resahku resahkau resahrisau resahbalau resahkalian
Bunyi r pada kata-kata dalam baris pertama bait puisi di atas
disebut rima
aliterasi.
· Diksi
Dalam
puisi O ini Sutardji memilih kata-kata yang yang tepat. Seperti apa yang dia
katakan bahwa kata itu adalah pengertian itu sendiri tidak harus bermakna lain.
Sehingga dalam puisinya ini hanya ada makna denotasi. Dalam puisi ini kata-kata
yang digunakan. Sutardji adalah kata-kata yang bisa digunakan dalam bahasa
sehari-hari. Tetapi ada kata yang berasal dari bahasa daerah antara yaitu
bahasa Jawa, terlihat pada kata ”bolong” yang berarti berlubang. Yakni suatu
kekosongan. 3
· Citraan
Dalam puisi O
ini terdapat beberapa pencitraan antara lain, gerak, pedengaran, perasa dan
penglihatan. Gerak terlihat dari kata”maugapai” karena seakan kita bergerak
untuk menggapai harapan itu. Pendengaran terlihat dari kata ”dukangiau” karena
kata ngiau disitu adalah suara hewan yakni kucing sebagai suatu bahan
perbandingan. Indera perasa juga terasa dilibatkan dalam kata ”duhaingilu”
sehingga pembaca seakan ikut merasa ngilu dengan membaca puisi tersebut. Selain
itu juga ada pencitraan penglihatan pada kata ”okosong” dan ”obolong” karena
kosong dan bolong itu hanya bisa diketahui dangan melihat suasana.
Semuanya merupakan pencintran yang bertujuan membawa pembaca dengan
segenap inderanya sehingga bisa merasakan sakit dan kehampaan yang ada dalam
puisi tersebut. Dengan melibatkan indewra bisa dirasakan dengan seluruh
imajinasinya apa yang ada dalam puisi tersebut.
· Majas
Bahasa
kiasan yang ditampilkan adalah repetisi, yakni pengulangan kata guna menekankan
arti pada kata itu. Seperti tekanan pada kata ”duka” yang diulang sampai lima
kali terlihat kalau sang penyair sedang mengalami duka entah duka pada dirinya,
pada kau atau mungkin kekasihnya, dukau pada temannya ataupun
duka seekor kucing.
Begitu
juga penekanan pada kata resah, ragu, mau, sia-sia, waswas, duhai, dan o adalah
sebuah tekanan yang memberi makna lebih pada duka, keresahan yang akhirnya
menimbulkan ragu dan juga keingintahuan walaupun itu hanya sia-sia dan membuat
waswas. Pengulangan kata itu merupakan penekanan juga pada artinya.
· Nada
Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap
pembacanya, misalnya sikap rendah hati, menggurui, mendikte, persuasif, dan
lain-lain. Sikap penyair kepada pembaca atau pendengar puisi O adalah persuasif
sebab penyair ingin agar semua pembaca atau pendengar puisi tersebut untuk
sama-sama merasakan apa yang penyair rasakan, yakni melalui kata duhai.
· Rasa
Rasa
atau emosional adalah sentuhan perasaan penulisannya dalam bentuk kepuasan,
keheranan, kesedihan, kemarahan atau yang lain. Rasa atau emosional yang hendak
ditunjukan penulis dalam puisi O adalah rasa kebimbangan yang melanda dirinya.
· Perasaan
Perasaan
(feeling) adalah sikap pengarang terhadap tema (subjek matter) dalam puisinya,
misalnya simpatik, konsisten, senang, sedih, kecewa, dan lain-lain. Sikap
pengarang terhadap tema dalam puisi O adalah resah dan ragu.
4
· Kata konkret
Kata
konkret (imajinasi) adalah penggunaan kata-kata yang tepat (diksi yang baik)
atau bermakna denotasi oleh penyair.Dalam puisi O pengarang hanya menggunakan
kata yang bermakna denotasi.
· Verifikasi
Verifikasi
adalah berupa rima (persamaan bunyi pada puisi, di awal, di tengah, dan di
akhir); ritma (tinggi-rendah, panjang-pendek, keras-lemahnya bunyi). Rima yang
terdapat dalam puisi O adalah rima aliterasi. Rima aliterasi adalah bunyi-bunyi
awal pada tiap-tiap kata yang sebaris, maupun pada baris-baris berlainan.
Contohnya:
dukaku dukaka u dukarisau dukakalian dukangiau
(Bunyi d pada kata-kata dalam baris pertama bait puisi di atas
disebut rima
aliterasi.)
resahku resahkau resahrisau resahbalau resahkalian
(Bunyi r pada kata-kata dalam baris pertama bait puisi di atas
disebut rima
aliterasi.)
Ritma yang digunakan dalam puisi O adalah:
Dukaku dukakau dukarisau dukakalian dukangiau
resahku resahkau resahrisau resahbalau resahkalian
raguku ragukau raguguru ragutahu ragukalian
mauku maukau mautahu mausampai maukalian maukenal maugapai
siasiaku siasiakau siasia siabalau siarisau siakalian siasia
waswasku waswaskau waswaskalian waswaswaswaswaswaswaswaswaswas
duhaiku duhaikau duhairindu duhaingilu duhaikalian duhaisangsai
(rendah-tinggi, lemah-keras)
oku okau okosong orindu okalian obolong o risau o Kau O...
(pendek-panjang)
· Amanat
Amanat
dalam puisi O adalah seorang manusia harus selalu berusaha dengan
sebaik-baiknya dalam menjalani baik buruknya kehidupan didunia dan setelah itu
menyerahkan segala sesuatunya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
5
· Tujuan
Penyair
memiliki tujuan agar semua pembaca atau pendengar puisi tersebut untuk
sama-sama merasakan apa yang penyair rasakan, melalui kata duhai.
1.2.Nilai-nilai
Nilai-nilai kemasyarakatan yang terdapat dalam puisi O adalah:
a. Nilai Agama
Di
dalam puisi O kita diajarkan untuk selalu berusaha dengan sebaik-baiknya dalam
menjalani baik buruknya kehidupan didunia dan setelah itu menyerahkan segala
sesuatunya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Nilai Pendidikan
Di
dalam puisi O kita diajarkan untuk selalu optimis dalan menjalani kehidupan,
walaupun banyak rintangan yang selalu menghadang.
c. Nilai Sosial
Di
dalam puisi O kita diajarkan untuk bisa saling merasakan dan setidaknya juga
bisa membantu jika kita sanggup uuntuk membantu, karena kita hidup tidak
seorang diri melainkan bermasyarakat.
d. Nilai Moral
Di
dalam puisi O kita diajarkan untuk selalu berbuat dengan ikhlas dalam setiap
usaha yang kita lakukan demi masa depan yang lebih baik, meskipun usaha yang
selalu kita lakukan tidak selamanya berhasil.
1.3.Makna
Kata-kata yang seakan berupa mantra itu merupakan ekspresi dari
doa. Penyair merasa duka, resah dan ragu yang mendalam. Perasaan inilah yang
membuat penyair berkeinginan untuk mencapainya walaupun semuanya harus sia-sia.
Semuanya hanya tinggal perasaan waswas dan kehampaan. Kehampaan
yang dirasakan itu dilambangkan dengan kata bolong dan kosaong yang seakan-akan
seperti huruf O. Jadi sebenarnya huruf O adalah penggambaran dari perasaan
hampa dan kosong sang penyair.
Selain itu kata-katanya yang seperti mantra seakan-akan menyiratkan
bahwa puisi itu adalah doa. Hingga puisi itu merupakan hakikat dari Tuhan dan
dosa. Tentang bagaimana manusia merasa berdosa dengan segala keresahan dan
kesedihan sehingga semuanya hanya bisa dikembalikan pada Tuhan.
Sajak ini menggambarkan suasana optimis pada penyair. Suasana
optimis ini berubah menjadi absurd, karena walaupun sudak merasa tidak mungkin
tetapi masih ada usaha untuk mengapai semua itu. Dengan keyakinan semuanya akan
bisa tercapai walaupun itu juga tak mungkin.
Sajak ini kata-katanya dikuai oleh emosi dan rasioyang tak menentu
sehingga menjadi sebuah misteri. Karena semuanya seakan hanya sebuah misteri
yang seakan-akan semuanya itu sulit untuk dipahamidan terlihat tidak
komunikatif.
6
2.
Analisis Puisi "Tapi" Karya Sutardji Calzoum Bachri
“TAPI”
aku bawakan bunga padamu
tapi kau bilang masih
aku bawakan resah padamu
tapi kau bilang hanya
aku bawakan darahku padamu
tapi kau bilang cuma
aku bawakan mimpiku padamu
tapi kau bilang meski
aku bawakan dukaku padamu
tapi kau bilang tapi
aku bawakan mayatku padamu
tapi kau bilang hampir
aku bawakan arwahku padamu
tapi kau bilang kalau
tanpa apa aku datang padamu
wah!
2.1.
Unsur Intrinsik
·
Tema
Tema
dari puisi “TAPI” Karya Sutardji Calzoum Bachri adalah “hubungan antara seorang
hamba dengan Tuhan-Nya”. Hal ini dapat dilihat pada setiap baris yang terletak
pada puisi tersebut. Contoh saja pada baris pertama puisi, aku bawakan bunga
padamu. Kata bunga, merupakan makna konotasi karena seorang hamba tidak akan
membawa hal-hal demikian saat menghadap dengan penciptanya, sama halnya dengan
kata resah, darah, mimpi, arwah, mayat, dan duka yang terletak pada baris selanjutnya.
Sedangkan kata bilangpada puisi merupakan makna konotasi dari firman karena
Tuhan biasanya menggunakan kata “firman”.
7
·
Gaya
Bahasa
Gaya
bahasa yang digunakan pada puisi tersebut adalah hiperbola yaitu gaya bahasa
yang melebih-lebihkan. Seperti pada baris berikut “aku bawakan mayatku padamu”.
Mana mungkin mayat sendiri bisa dibawa kehadapan Tuhan, hal tersebut tentu
sangat berlebihan.
·
Citraan
Puisi
“TAPI”Karya Sutardji Calzoum Bachri tersebut memiliki beberapa citraan,
diantaranya adalah :
Citraan gerak dalam kalimat “aku bawakan bunga padamu”.
Citraan kesedihan yang tergambar pada kalimat “aku bawakan
mayatku
padamu”.
· Rima
Rima yang
terdapat pada puisi TAPI antara lain :
Rima
sejajar, yaitu persamaan bunyi yang berbentuk sebuah kata yang dipakai
berulang-ulang pada larik puisi yang mengandung kesejajaran maksud. Terletak
pada seluruh baris pada puisi, dapat dilihat pada pengulangan kata aku,
bawakan, padamu, tapi dan bilang.
Rima tak
sempurna, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada sebagian suku kata terakhir terletak
pada baris 13-14 pada kalimat :
aku bawakan arwahku padamu
tapi kau bilang kalau
·
Diksi
Puisi
“TAPI” Karya Sutardji Calzoum Bachri tersebut menggunakan beberapa gambaran
kata seperti gambaran manusia, gambaran kesakitan dan gambaran usaha. Gambaran
manusia terdiri atas kata aku, kau, mayat, dan arwah. Kata aku dankau merupakan
kata ganti orang yaitu kata ganti orang pertama dan kata ganti orang kedua.
Namun kau dalam puisi ini bukan
merupakan gambaran manusia tetapi makna sebagai Tuhan. Mayat adalah bentuk
jasad dari manusia yang telah meninggal dunia. Dalam puisi ini si aku adalah
manusia jadi mayat ini tentu mayat dari manusia. Sedangkan Arwah adalah roh
atau berupa benda abstrak yang lebih kita kenal sebagai jiwa dari sebuah mahluk
yang salah satunya dimiliki oleh makhluk hidup berupa manusia. Kata “arwah”
bisa kita masukan pada gambaran manusia karena arwah yang tertera dalam puisi
adalah arwah yang dibawa oleh siaku.
Gambaran kedua yaitu gambaran kesakitan. Gambaran kesakitan yang terdapat dalam puisi ini
adalah resah dan duka. Kata resah adalah sebuah perasaan galau atau gelisah
yang dialami manusia. Kata resah bisa kita golongkan dalam gambaran kesakitan
karena resah itu membuat orang yang mengalaminya susah melakukan sesuatu karena
dibebani oleh perasaan ini.
8
Duka,
kata ini merupakan antonim dari kata “suka”. Duka adalah perasaan kepedihan dan
kesengsaraan yang dialami manusia seperti saat kehilangan. Dan kata ini bisa
kita golongkan dalam gambaran kesakitan karena duka ini akan membuat hati orang
yang mengalaminya terasa sakit dan sedih.
Gambaran yang ketiga yang terdapat dalam puisi
tersebut adalah gambaran usaha. Kata yang bisa kita golongkan pada gambaran
usaha adalah kata bawakan, bilang, dandatang. Bawakan merupakan kata kerja
yaitu bawa yang berasal dari kata mem-bawayang mendapat imbukan -kan.Kata
bilang adalah kata yang biasanya dilakukan oleh tindak tutur manusia seperti
kata berucap atau berbicara. Kata terakhir yaitu datang hal ini merupakan usaha
untuk menuju suatu tempat.
·
Amanat
Pesan moral
yang dapat diambil dari puisi tersebut adalah derajat manusia tidaklah tinggi
dihadapan Tuhan apabila manusia tersebut menyombongkan segala sesuatu yang
mereka punya.Dengan kata lain manusia tidak boleh merasa dirinya lebih tinggi dari
orang lain karena diatas kita masih ada langit yaitu Tuhan. Hakikatnya setiap
manusia kelak akan kembali kepada-Nya. Oleh karena itu kita sebagai manusia
hanya dapat meminta dan memohon kepada-Nya, karena tiada lagi tempat untuk
meminta.
2.2. Nilai
Nilai kerohanian pada puisi tersebut dapat dilihat pada larik puisi
yang berbunyi “tanpa apa aku datang padamu”. Cuplikan larik tersebut
menggambarkan bahwa seorang hamba sedang berhadapan dengan Tuhan-Nya.
3.
Analisis Puisi "BATU" Karya Sutardji Colzoum Bachri
“BATU”
Batu mawar
Batu langit
Batu duka
Batu rindu
Batu jarum
Batu bisu
Kaukah itu
Teka teki yang
tak menepati janji?
Dengan seribu
gunung langit tak runtuh
Dengan seribu
perawan hati tak jatuh
Dengan seribu
sibuk sepi tak mati
Dengan seribu
beringin ingin tak teduh
9
Dengan siapa
aku mengeluh?
Mengapa jam
harus berdenyut sedang darah tak sampai
Mengapa gunung
harus meletus sedang langit tak sampai
Mengapa peluk
diketatkan sedang hati tak sampai
Mengapa tangan
melambai sedang lambai tak sampai. Kau tahu?
Batu risau
Batu pukau
Batu Kau-ku
Batu sepi
Batu ngilu
Batu bisu
Kaukah itu?
Teka teki yang
tak menepati janji?
3.1.Unsur Intrinsik
·
Diksi
(Pilihan Kata)
Diksi
merupakan pemilihan kata yang tepat, padat, dan kaya akan nuansa makna dan
suasana sehingga mampu mengembangkan dan mempengaruhi daya imajinasi pembaca.
Dalam puisi “BATU” pengarang (penyair) mencoba menyeleksi kata-kata yang
dipakainya, sehingga kata-kata tersebut benar-benar mendukung maksud puisinya.
Seperti pada bait:
Batu langit
Batu duka
Batu rindu
Batu janun
Analisis: pada bait diatas penyair menggunakan kata-kata yang
mempengaruhi imajinasi pembaca. Kata-kata yang digunakan membuat pembaca
berfikir maksud puisi tersebut, sebab pemilihan kata yang digunakan bukanlah
kata yang sebenarnya, sehingga sulit untuk dipahami.
· Pengimajian (citraan)
Pengimajian
adalah kata atau susunan kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris
seperti penglihatan, pendengaran dan perasaan. Pada puisi “BATU” pengimajian
yang digunakan oleh pengarang terdapat pada:
- Citra penglihatan, pada bait:
Dengan
seribu gunung hati tak runtuh
Dengan
seribu beringin ingin tak teduh
10
-
Citra
pendengaran, pada bait:
Mengapa
gunung harus meletus
Sedang
langit tak sampai
-
Citra
perasaan, pada bait:
Dengan
seribu perawan hati tak jauh
Dengan
siapa aku mengeluh?
· Kata-Kata Konkret
Kata
konkret adalah kata-kata yang dapat menyarankan kepada arti yang menyeluruh.
Kata-kata konkret yang jika dilihat secara denotatif sama, tetapi secara
konotatif mempunyai arti yang berbeda sesuai dengan situasi dan kondisi
pemakaiannya. Pengonkretan kata berhubungan erat dengan pengimajinasian,
pengembangan dan pengiasan.
Pada puisi
“BATU” kata-kata konkret terdapat pada bait:
Dengan
seribu beringin
Ingin
tak teduh
Analisis:
dimana penyair menggambarkan banyaknya tempat berteduh, tetapi tidak ada rasa ingin berteduh.
Sedangkan
pada bait:
Batu
langit
Batu
duka
Batu
rindu
Batu
janun
Analisis:
penyair meletakan makna konotasi dimana semua batu tidak ada dilangit ataupun
merasakan duka dan rindu.
· Bahasa Figuratif (Majas)
Bahasa
figuratif adalah cara yang digunakan oleh penyair untuk membangkitkan dan
menciptakan imajinasi dengan menggunakan gaya bahasa, perbandingan, kiasan,
pelambangan, dan sebagainya. Bahasa figuratif yang digunakan dalam puisi “BATU”
adalah sebagi berikut:
-
Personifikasi
adalah kiasan yang memersamakan benda dengan manusia, di mana benda mati dapat
berbuat seperti manusia. Hal ini terdapat pada bait:
11
Batu duka
Batu rindu
Analisis:
dalam kehidupan nyata, semua batu tidak ada yang merasakan duka dn rindu, sebab
batu adalah benda mati, bukan manusia.
-
Perumpamaan
epos adalah perbandingan yang dilanjutkan atau diperpanjang yaitu dibentuk
dengan cara melanjutkan sifat-sifat pembandingnya lebih lanjut dalam kalimat
atau frase berturut-turut. Pada bait:
Dengan seribu gunung
Langit tak runtuh
Analisis:
perumpamaan begitu banyaknya benda yang ada seperti gunung, tetapi langit tidak
runtuh.
-
Metafora
di tiap sajaknya ada beberapa atau banyak terdapat metafora, yang membuat hidup
dan menambah kepuitisan. Metafora di situ merupakan ucapan yang sampai kepada
hakikat, sampai pada intinya, dan menjadi simbolik. Ungkapan itu bukanlah
mempergunakan logika biasa. Pada bait:
Mengapa jam harus berdenyut
Sedang darah tak sampai
Analisis: kata jam dan darah menjadi simbol dalam puisi ini.
-
Sinekdos
pada umumnya dengan menyebut bagian sebagai keseluruhan atau keseluruhan untuk menyebut
bagian. Sinekdos ini membuat lukisan langsung pada hakikatnya yang ditunjuk
atau pada pusat perhatian. Begitulah sinekdos yang dipergunakan oleh Sutardji.
Pada umumnya sinekdos yang terdapat dalam sajaknya adalah pars pro toto atau
bagian untuk keseluruhan. Pada bait:
dengan seribu gunung langit tak runtuh
dengan seribu perawan hati tak jatuh
dengan seribu sibuk sepi tak mati
dengan seribu beringin ingin tak teduh
Dengan siapa aku mengeluh?
mengapa jam harus berdenyut sedang darah tak sampai
mengapa gunung harus meletus sedang langit tak sampai
12
mengapa peluk diketatkan sedang hati tak sampai
mengapa tangan melambai sedang lambai tak sampai. Kau tahu?
Analisis: Seribu gunung, perawan, sibuk, beringin, adalah pars pro
toto.
·
Verifikasi
(rima, ritme dan metrum)
-
Rima
adalah pengulangan bunyi dalam puisi. Pada bait:
dengan seribu gunung
langit tak runtuh
dengan seribu perawan
hati tak jatuh
Analisis:
pada puisi ini banyak pengulangan bunyi yang diucapkan seperti contoh kuitpan
diatas yang memiliki bunyi yang sama diulang kembali.
-
Ritme
adalah pengulngan bunyi, kata, dan kalimat. Pada bait:
Dengan seribu gunung langit tak runtuh
Dengan seribu perawan hati tak jauh
Dengan seribu beringin ingin tak teduh
Analisis: Jelas pada bait diatas terdapat pengulangan bunyi uh
diakhir kalimat, pengulangan kata dengan seribu pada kalimat awal, tetapi tidak
ada pengulangan kalimat.
-
Metrum
adalah pengulangan tekanan kata yang tetap/irama yang tetap menurut pola
tertentu. Pada bait:
Mengapa jam harus berdenyut sedang darah tak sampai
Mengapa gunung harus meletus sedang langit tak sampai
Analisis:
terdapat pengulangan tekanan kata.
·
Sarana
retorika
Untuk
mendapatkan intensitas dan ekspresivitas, Sutardji menggunakan sarana retorika
juga. Sarana retorika yang paling menonjol dalam sajak-sajaknya ialah ulangan.
Ulangan-ulangan dalam sajak Sutardji bermacam-macam. Namun, semuanya itu hampir
berupa ulangan yang berlebih-lebihan. Ulangan ituberupa ulangan suku kata,
kata, frase, dan kalimat. Yang terbanyak adalah ulangan pola kalimat yang
berupa persetujuan (paralelisme) atau juga penjumlahan pada bait:
13
batu
mawar
batu
langit
batu
duka
batu
rindu
batu
jarum
batu
bisu
Analisis:
Pada sajak “Batu”, dapat kita lihat pengulangan kata batu di posisi awal.
4.
Analisis Puisi “SEPISAUPI” Karya
Sutardji Calzoum Bachri
“SEPISAUPI”
sepisau luka
sepisau duri
sepikul dosa
sepukau sepi
sepisau duka
serisau diri
sepisau sepi
sepisau nyanyi
sepisaupa
sepisaupi
sepisapanya
sepikau sepi
sepisaupa
sepisaupi
sepikul diri
keranjang duri
sepisaupa
sepisaupi
sepisaupa
sepisaupi
sepisaupa
sepisaupi
sampai pisauNya
kedalam nyanyi
4.1.Unsur Intrinsik
·
Tema
Kesepian. Hal ini dapat dilihat dari arti/makna puisi pada tiap
baitnya, yakni:
-
Bait
pertama, berarti jika hati terasa luka, terasa nyeri seprti tertusuk duri. hati
yang luka membuat risau dan sepi.
-
Bait
kedua berarti kesepian dimana mana membuat hati terasa nyeri.
-
Bait
ketiga berarti kesepian yang membuat aku
berserah diri / mendekat diri kepada Tuhan.
14
· Rima
Dari awal hingga akhir puisi bersajak AAAA.
sepisau luka sepisau duri
sepikul dosa sepukau sepi
sepisau duka serisau diri
sepisau sepi sepisau nyanyi
sepisaupa sepisaupi
sepisapanya sepikau sepi
sepisaupa sepisaupi
sepikul diri keranjang duri
sepisaupa sepisaupi
sepisaupa sepisaupi
sepisaupa sepisaupi
sampai pisauNya kedalam nyanyi
· Ritme
Dibaca dengan cepat.
· Gaya Bahasa
-
Asonansi:
Pengulangan bunyi vokal yang sama pada kata/perkataan yang
berurutan dalam baris-baris puisi. Pengulangan begini menimbulkan kesan
kehalusan, kelembutan, kemerduan atau keindahan bunyi. Terdapat pada kata :
Sepisapanya
Keranjang
Sepisaupa
Sepisaupi
-
Aliterasi:
Pengulangan bunyi konsonan yang sama dalam baris-baris puisi;
biasanya pada awal kata/perkataan yang berurutan. Pengulangan seperti itu
menimbulkan kesan keindahan bunyi. Terdapat pada kata :
sepisaupa
sepisapanya
nyanyi
· Rasa
Sedih dan sepi
· Diksi
Puisi
ini berisi kata-kata tidak bermakna secara harfiah. Penyair juga menggunakan
kata yang selalu diawali dengan afiks se- yaitu sepisau, sepikul, serisau,
sepiasapanya, dan sepukau. Afiks se- ini dapat dimaknai satu. Kata “sepisaupi”
pada puisi ini merupakan kependekan dari sepi, pisau, dan pikul.
15
Kata yang tidak
mempunyai makna secara harfiah adalah sepisaupa, sepukau, sepisaupi, dan
sepikau.
· Amanat
Kesepian yang mendalam dapat membawa seseorang untuk mendekatkan
diri kepada Tuhan.
4.2. Makna
Sepisau luka sepisau duri merupakan bentuk luka yang yang teramat
sangat yang pernah dialami, penggambaran dari dosa yang telah dilakukan dan
membuat penyesalan yang mendalam,kerena dosa yang telah dilakukan membuat
perenungan dalam kesendirian, ketika kesendirian itu yang dirasakan hanyalah
penyesalan sepisaupa sepisaupi pelukisan akan pisau dan sepi seolah-olah
kesendirian yang menyakitkan, sepisapanya sepikau sepi disini takadalagi sapaan
kerena kesepian yang telah dialami, sepisaupa sepisaupi pengulangan kata ini
adalah penguatan tentang kesepian, sepikul diri keranjang duri adalah siksaan
kesepian yang dialami sendiri dan harus ditanggung olehnya tanpa seorangpun
yang membantu, sepisaupa sepisaupi penguatan kesepian yang dialami
terulang-ulang sampai akhir yang selalu mendramatisir kisah kesendirian ini,
sampai pisauNya ke dalam nyanyi kesedihan akan kesepian selalu menghantui diri
selamanya seakan-akan irama kesepian bagai lagu dalam hati.
5.
Analisis Puisi “Tanah Air Mata” Karya Sutardji Calzoum Bachri
“TANAH AIR MATA”
Tanah airmata tanah tumpah dukaku
mata air airmata kami
airmata tanah air kami
di sinilah kami berdiri
menyanyikan airmata kami
di balik gembur subur tanahmu
kami simpan perih kami
di balik etalase megah gedung-gedungmu
kami coba sembunyikan derita kami
kami coba simpan nestapa
kami coba kuburkan duka lara tapi perih tak bisa sembunyi
16
ia merebak kemana-mana
bumi memang tak sebatas pandang
dan udara luas menunggu
namun kalian takkan bisa menyingkir
ke manapun melangkah
kalian pijak airmata kami
ke manapun terbang
kalian kan hinggap di air mata kami
ke manapun berlayar
kalian arungi airmata kami
kalian sudah terkepung
takkan bisa mengelak
takkan bisa ke mana pergi
menyerahlah pada kedalaman air mata
5.1. Makna
Puisi ini dituliskan Sutardji Calzoum Bachri menggambarkan penderitaan
warga Riau karena adanya keserakahaan dari Pusat. Pemerintah pusat dengan sangat
mudahnya mengambil segala apa yang ada di Riau, khususnya Sumber Daya Alam.
Mereka mengambil itu semua tanpa mempertimbangkan perasaan rakyat Riau.
Puisi ini dituliskan Sutardji Calzoum Bahri seakan ini merupakan
jeritan dan isi hati seluruh masyarakat Riau.
Tanah
airmata tanah tumpah dukaku
mata air airmata kami
airmata tanah air kami
Sutardji menggunakan kata 'air mata' dengan makna sebenarnya.
Seakan menggambarkan betapa perihnya masyarakat membangun sebuah dunia
(khususnya Riau), dengan banyak airmata yang menetes ke tanah, menyimpulkan
bahwa sudah banyak airmata yang tertetes ditanah, dan seolah-olah digambarkan
bahwa tanah tersusun oleh airmata yang merupakan unsur paling banyak (majas
Hiperbola).
17
di
balik gembur subur tanahmu
kami simpan perih kami
di balik etalase megah gedung-gedungmu
kami coba sembunyikan derita kami
Bait ini menggambarkan betapa ironisnya fakta yang ada
dimasyarakat. Dibalik semua kesuburan tanah yang ada tersimpan semua
penderitaan masyarakat. Seolah membandingka antara dua hal sangat sangat
berbeda 180 derajat. Antara langit dan bumi misalnya.
Puisi ini seakan berisikan sindiran-sindiran untuk para penguasa,
dalam hal ini pemerintah. Misalnya tanah subur dan gedung-gedung megah
tersimpan perih dan derita masyarakat jelata yang tak bisa berbuat apa-apa. Tak
ada kuasa.
kami
coba simpan nestapa
kami
coba kuburkan duka lara tapi perih tak bisa sembunyi
ia
merebak kemana-mana
Pada awalnya, masyarakat memilih bungkam dan seakan tak mau melihat
fakta yang terjadi. Namun pada akhirnya, masyarakat tak tahan lagi terhadap apa
yang terjadi. Terasa sakit dihati masyarakat melihat para penguasa terus
melakukan perbuatan-perbuatan yang menyekik masyarakat. Lara tak bisa sembunyi,
Semakin besar dendam masyarakat pada pemerintah.
bumi
memang tak sebatas pandang
dan udara luas menunggu
namun kalian takkan bisa menyingkir
ke manapun melangkah
kalian pijak airmata kami
ke manapun terbang
kalian kan hinggap di air mata kami
ke manapun berlayar
kalian arungi airmata kami
Masyarakat seakan sudah tak sabar
lagi. Mereka menyerukan suara mereka. Mereka menyudutkan para penguasa dengan
orasi-orasi mereka, dengan semua penderitaan yang pernah mereka terima. Dengan
semua sejarah pahit yang mereka alami, mereka terus membuat hati para penguasa
menjadi getir melihat apa yang ada dibalik sejarah kelam masyarakat Riau.
kalian
sudah terkepung
takkan
bisa mengelak
takkan
bisa ke mana pergi
Masyarakat terus menyudutkan para penguasa karena semua perih dan
derita yang dialami tidak bisa dihilangkan karena akan terus tersirat di nadi
mereka. Para penguasa tidak bisa menutup mata terhadap apa yang terjadi dan
menjadi sejarah kelam masyarakat, khususnya masyarakat Riau pada puisi ini.
menyerahlah
pada kedalaman air mata
Menggambarkan tuntutan terakhir masayarkat kepada para penguasa
agar mereka semua sadar terhadap apa yang terjadi atau para penguasa akan
tenggelam dilautan airmata masyarakat dan mati. Masyarakat menuntut para
penguasa untuk mulai memperhatikan semua penderitaan mereka.
19
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Dalam
puisi-puisi karya Sutardji Calzoum Bachri banyak menggunakan bunyi yang bersifat
estetik, merupakan unsur puisi untuk mendapatkan keindahan dan tenaga
ekspresif. Bunyi ini erat hubungannya dengan anasir-anasir musik, misalnya
lagu, melodi, irama dan sebagainya. Menurut kamus istilah sastra , Bunyi
merupakan nada, laras, suara yang ditangkap atau diterima oleh alat indera,
terutama alat-alat bicara.
Melalui
dekonstruksi ini diketahui makna filosofi yang terkandung dari setiap puisi
karya Sutardji Calzoum Bachri.
20
DAFTAR PUSTAKA
Effendi. 1972. Bimbingan Apresiasi Puisi. Jakarta: Nusa Indah
Laelasari. 2006. Kamus Istilah Sastra. Bandung : Nuansa Aulia
Pradopo, Djoko Rachmat. 1990. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah
Mada University Pers.
Suharianto. 2009. Pengantar Apresiasi Puisi. Semarang: Bandungan
Institute.
Pradopo, Rachmat Djoko. 1990. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Pradotokusumo, Partini Sardjono. 2005. Pengkajian Sastra. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama.
Ratna, Nyoman Kutha. 2008. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian
Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Wiyatmi, 2006. Pengantar Kajian Sastra. Jakarta: Pustaka
W.S., Hasanudin. 2002. Membaca dan Menilai Puisi. Bandung: Angkasa.