Minggu, 12 Juni 2016

MAKALAH DEKONTRUKSI PUISI SUTARDJI CALZOUM BACHRI



MAKALAH
DEKONSTRUKSI PUISI KARYA SUTARDJI CALZOUM BACHRI
TUGAS MATA KULIAH FILSAFAT BAHASA





Description: C:\Users\TOSHIBA C800\Pictures\Logo_UPS.jpg


Oleh : Cartimah
Nim : 1514500106
Kelas : 2B



FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………. …………………………………….....          i
DAFTAR ISI…………………………………………………………          ii

BAB I PENDAHULUAN
                        A.  Latar Belakang ………………………………………......           1
                        B.  Rumusan Masalah ……………………………………….           1
                        C.  Tujuan……………………………....................................           1
                        D. Manfaat...............................................................................           1
BAB II PEMBAHASAN     
A. Analisis Puisi Sutardji Calzoum Bachri ……………........            2
                                    1.  Analisis Puisi “O” …………………………….....            2
                                                1.1 Unsur Intrinsik..........................................            3
                                                1.2 Nilai-Nilai.................................................            6
                                                1.3 Makna........................................................           6
                                    2. Analisis Puisi “Tapi” ……………………………             7
                                                2.1 Unsur Intrinsik...........................................           7
                                                2.2 Nilai...........................................................           9
                                    3. Analisis Puisi “Batu”................................................          9
                                                3.1 Unsur Intrinsik.............................................         10
                                    4. Analisis Puisi “Sepisaupi”.........................................          14
                                                4.1 Unsur Intrinsik.............................................         14
                                                4.2 Makna...........................................................        16
                                    5. Analisis Puisi “Tanah Air Mata”...............................          16
                                                5.1 Makna..........................................................         17
BAB III PENUTUP
                                    1. Kesimpulan ………………………………………..          20
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………        21




BAB I
PENDAHULUAN


A.  Latar Belakang Masalah
Pemahaman bahasa puisi sangat penting dalam memahami karya sastra, khususnya puisi. Meskipun hal ini sangat penting, sampai sekarang dalam penelitian kesusastraan Indonesia modern, penelitian bahasa puisi secara khusus dapat dikatakan belum ada yang memuaskan. Pada umumnya peninjauan puisi Indonesia modern yang sudah ada lebih dititikberatkan pada tinjauan isi pikiran, pandangan hidup penyair, serta masalah-masalah yang dibeberkan dalam sajaknya.
Dalam menganalisis puisi, faktor kebahasaan sangat penting, bahkan dapat dikatakan terpenting karena kepuitisan utama dalam sajak terletak dalam bahasanya. Tanpa kepuitisan, puisi hampir tidak berguna untuk dikatakan karya seni sastra. Hal ini berhubung dengan hakikat sastra sendiri, seperti yang dikemukakan oleh Rene Wellek dalam Pradopo (1979: 2) bahwa sastra itu adalah karya rekaan (imaginative) yang unsur estetisnya dominan.

B.  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana analisis puisi Sutardji Calzoum Bachri ?


C.  Tujuan
1.      Menjelaskan analisis puisi Sutardji Calzoum Bachri. Di samping itu, analisis ini bertujuan untuk memahami puisi Indonesia pada umumnya .


D.  Manfaat
Melalui makalah ini, diharapkan pembaca memahami puisi karya Sutardji Calzoum Bachri  hingga ciri dan ragam jenisnya.



1
BAB II
PEMBAHASAN


A. Analisis Puisi Sutardji Calzoum Bachri
Analisis ini dikhususkan pada analisis bahasa sajak-sajak Sutardji Calzoum Bachri. Sajak-sajak Sutardji ini memiliki sisfat-sifat istimewa karena kebaruannya, ada yang mengatakan bahwa sajak-sajaknya telah dapat menggantikan kedudukan sajak-sajak Chairil Anwar dalam perannya untuk memperkembangkan perpuisian Indonesia modern selanjutnya (Junus, 1976; Toda 1977, 1978).
Bahasa puisi yang merupakan lapis arti yang kedua meliputi bermacam-macam unsur, yang merupakan bagian-bagiannya, di antaranya kosa kata, faktor ketatabahasaan, bahasa kiasan, citraan (imagery), sarana retorika, dan gaya kalimat puisi. Dalam makalah ini diuraikan bahasa puisi Sutardji Calzoum Bachri berdasarkan urutan yang demikian itu. Dalam pembicaraan bahasa puisi, perlu pula dibicarakan kepuitisannya. Hal ini mengingat bahwa bahasa puisi itu mempunyai sifat tersendiri, lain dari bahasa sehari-hari atau bahasa ilmiah, sesuai dengan hakikat sastra, yaitu karya imaginatif bahasa yang unsur estetisnya dominan (Wellek, 1976: 25).
Selain rangkaian satuan arti itu menimbulkan pengertian yang lengkap dalam puisi disusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan efek puitis dan menimbulkan nilai estetis pada sajak. Rangkaian itu dalam konteks beraneka ragam coraknya. Di samping itu, bahasa puisi bukan semata-mata berisi arti kamus saja, melainkan juga berisi kiasan, yaitu semacam arti tambahan atau konotasinya. Bahkan, ada sekelompok kata yang terkemuka arti kiasannya, sedang arti kamusnya “hilang” atau “lebur”, sehingga kata-kata itu merupakan bahasa kiasan. Berdasarkan hal itu, dalam makalah ini dibentangkan bermacam-macam hubungan kata dalam konteks dan jenis-jenis satuan arti yang mengandung arti kiasan yang keduanya menimbulkan efek puitis berikut:
1.         Analisis Puisi "O" Karya Sutardji Calzoum Bachri

"O"

dukaku dukakau dukarisau dukakalian dukangiau
resahku resahkau resahrisau resahbalau resahkalian
2
 
raguku ragukau raguguru ragutahu ragukalian
mauku maukau mautahu mausampai maukalian maukenal maugapai
siasiaku siasiakau siasia siabalau siarisau siakalian siasia
waswasku waswaskau waswaskalian waswaswaswaswaswaswaswaswaswas
duhaiku duhaikau duhairindu duhaingilu duhaikalian duhaisangsai
oku okau okosong orindu okalian obolong o risau o Kau O.

1.1. Unsur Intrinsik
·      Tema
Tema yang terdapat dalam puisi O adalah kebimbangan seseorang yang sedang berduka dan resah karena mencari sosok Tuhan. Sosok tersebut mau mengenal Tuhan lebih jauh karena dia merasa ragu terhadap keyakinannya. Namun pencariannya terasa sia-sia. Maka sang tokoh pun merasa was-was.
·      Tipografi
Tipografi disebut juga ukiran bentuk puisi. Tipografi adalah tatanan larik, bait, kalimat, frase, kata dan bunyi untuk menghasilkan suatu bentuk fisik yang mampu mendukung isi, rasa dan suasana. Tipografi yang digunakan dalam puisi O adalah tipografi bebas sesuai dengan kenginginan penyair.
·      Rima/Aliterasi
Rima yang terdapat dalam puisi O adalah rima aliterasi. Rima aliterasi adalah bunyi-bunyi awal pada tiap-tiap kata yang sebaris, maupun pada baris-baris berlainan.
Contohnya:
dukaku dukaku dukarisau dukakalian dukangiau
Bunyi d pada kata-kata dalam baris pertama bait puisi di atas disebut rima
                   aliterasi.
resahku resahkau resahrisau resahbalau resahkalian
Bunyi r pada kata-kata dalam baris pertama bait puisi di atas disebut rima
                   aliterasi.
·      Diksi
Dalam puisi O ini Sutardji memilih kata-kata yang yang tepat. Seperti apa yang dia katakan bahwa kata itu adalah pengertian itu sendiri tidak harus bermakna lain. Sehingga dalam puisinya ini hanya ada makna denotasi. Dalam puisi ini kata-kata yang digunakan. Sutardji adalah kata-kata yang bisa digunakan dalam bahasa sehari-hari. Tetapi ada kata yang berasal dari bahasa daerah antara yaitu bahasa Jawa, terlihat pada kata ”bolong” yang berarti berlubang. Yakni suatu kekosongan.                                                                                      3
·      Citraan
Dalam puisi O ini terdapat beberapa pencitraan antara lain, gerak, pedengaran, perasa dan penglihatan. Gerak terlihat dari kata”maugapai” karena seakan kita bergerak untuk menggapai harapan itu. Pendengaran terlihat dari kata ”dukangiau” karena kata ngiau disitu adalah suara hewan yakni kucing sebagai suatu bahan perbandingan. Indera perasa juga terasa dilibatkan dalam kata ”duhaingilu” sehingga pembaca seakan ikut merasa ngilu dengan membaca puisi tersebut. Selain itu juga ada pencitraan penglihatan pada kata ”okosong” dan ”obolong” karena kosong dan bolong itu hanya bisa diketahui dangan melihat suasana.
Semuanya merupakan pencintran yang bertujuan membawa pembaca dengan segenap inderanya sehingga bisa merasakan sakit dan kehampaan yang ada dalam puisi tersebut. Dengan melibatkan indewra bisa dirasakan dengan seluruh imajinasinya apa yang ada dalam puisi tersebut.
·      Majas
Bahasa kiasan yang ditampilkan adalah repetisi, yakni pengulangan kata guna menekankan arti pada kata itu. Seperti tekanan pada kata ”duka” yang diulang sampai lima kali terlihat kalau sang penyair sedang mengalami duka entah duka pada dirinya, pada kau atau mungkin kekasihnya, dukau pada temannya    ataupun    duka    seekor    kucing.
Begitu juga penekanan pada kata resah, ragu, mau, sia-sia, waswas, duhai, dan o adalah sebuah tekanan yang memberi makna lebih pada duka, keresahan yang akhirnya menimbulkan ragu dan juga keingintahuan walaupun itu hanya sia-sia dan membuat waswas. Pengulangan kata itu merupakan penekanan juga pada artinya.
·      Nada
Nada  (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya, misalnya sikap rendah hati, menggurui, mendikte, persuasif, dan lain-lain. Sikap penyair kepada pembaca atau pendengar puisi O adalah persuasif sebab penyair ingin agar semua pembaca atau pendengar puisi tersebut untuk sama-sama merasakan apa yang penyair rasakan, yakni melalui kata duhai.
·      Rasa
Rasa atau emosional adalah sentuhan perasaan penulisannya dalam bentuk kepuasan, keheranan, kesedihan, kemarahan atau yang lain. Rasa atau emosional yang hendak ditunjukan penulis dalam puisi O adalah rasa kebimbangan yang melanda dirinya.
·      Perasaan
Perasaan (feeling) adalah sikap pengarang terhadap tema (subjek matter) dalam puisinya, misalnya simpatik, konsisten, senang, sedih, kecewa, dan lain-lain. Sikap pengarang terhadap tema dalam puisi O adalah resah dan ragu.

4
·      Kata konkret
Kata konkret (imajinasi) adalah penggunaan kata-kata yang tepat (diksi yang baik) atau bermakna denotasi oleh penyair.Dalam puisi O pengarang hanya menggunakan kata yang bermakna denotasi.
·      Verifikasi
Verifikasi adalah berupa rima (persamaan bunyi pada puisi, di awal, di tengah, dan di akhir); ritma (tinggi-rendah, panjang-pendek, keras-lemahnya bunyi). Rima yang terdapat dalam puisi O adalah rima aliterasi. Rima aliterasi adalah bunyi-bunyi awal pada tiap-tiap kata yang sebaris, maupun pada baris-baris berlainan.
Contohnya:
dukaku dukaka u dukarisau dukakalian dukangiau
(Bunyi d pada kata-kata dalam baris pertama bait puisi di atas disebut rima
                   aliterasi.)
resahku resahkau resahrisau resahbalau resahkalian
(Bunyi r pada kata-kata dalam baris pertama bait puisi di atas disebut rima
                   aliterasi.)
Ritma yang digunakan dalam puisi O adalah:
Dukaku dukakau dukarisau dukakalian dukangiau
resahku resahkau resahrisau resahbalau resahkalian
raguku ragukau raguguru ragutahu ragukalian
mauku maukau mautahu mausampai maukalian maukenal maugapai
siasiaku siasiakau siasia siabalau siarisau siakalian siasia
waswasku waswaskau waswaskalian waswaswaswaswaswaswaswaswaswas
duhaiku duhaikau duhairindu duhaingilu duhaikalian duhaisangsai
 (rendah-tinggi, lemah-keras)
oku okau okosong orindu okalian obolong o risau o Kau O...
(pendek-panjang)
·      Amanat
Amanat dalam puisi O adalah seorang manusia harus selalu berusaha dengan sebaik-baiknya dalam menjalani baik buruknya kehidupan didunia dan setelah itu menyerahkan segala sesuatunya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
5
·      Tujuan
Penyair memiliki tujuan agar semua pembaca atau pendengar puisi tersebut untuk sama-sama merasakan apa yang penyair rasakan, melalui kata duhai.

1.2.Nilai-nilai
Nilai-nilai kemasyarakatan yang terdapat dalam puisi O adalah:
a.       Nilai Agama
Di dalam puisi O kita diajarkan untuk selalu berusaha dengan sebaik-baiknya dalam menjalani baik buruknya kehidupan didunia dan setelah itu menyerahkan segala sesuatunya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b.      Nilai Pendidikan
Di dalam puisi O kita diajarkan untuk selalu optimis dalan menjalani kehidupan, walaupun banyak rintangan yang selalu menghadang.
c.       Nilai Sosial
Di dalam puisi O kita diajarkan untuk bisa saling merasakan dan setidaknya juga bisa membantu jika kita sanggup uuntuk membantu, karena kita hidup tidak seorang diri melainkan bermasyarakat.
d.      Nilai Moral
Di dalam puisi O kita diajarkan untuk selalu berbuat dengan ikhlas dalam setiap usaha yang kita lakukan demi masa depan yang lebih baik, meskipun usaha yang selalu kita lakukan tidak selamanya berhasil.

1.3.Makna
Kata-kata yang seakan berupa mantra itu merupakan ekspresi dari doa. Penyair merasa duka, resah dan ragu yang mendalam. Perasaan inilah yang membuat penyair berkeinginan untuk mencapainya walaupun semuanya harus sia-sia.
Semuanya hanya tinggal perasaan waswas dan kehampaan. Kehampaan yang dirasakan itu dilambangkan dengan kata bolong dan kosaong yang seakan-akan seperti huruf O. Jadi sebenarnya huruf O adalah penggambaran dari perasaan hampa dan kosong sang penyair.
Selain itu kata-katanya yang seperti mantra seakan-akan menyiratkan bahwa puisi itu adalah doa. Hingga puisi itu merupakan hakikat dari Tuhan dan dosa. Tentang bagaimana manusia merasa berdosa dengan segala keresahan dan kesedihan sehingga semuanya hanya bisa dikembalikan pada Tuhan.
Sajak ini menggambarkan suasana optimis pada penyair. Suasana optimis ini berubah menjadi absurd, karena walaupun sudak merasa tidak mungkin tetapi masih ada usaha untuk mengapai semua itu. Dengan keyakinan semuanya akan bisa tercapai walaupun itu juga tak mungkin.
Sajak ini kata-katanya dikuai oleh emosi dan rasioyang tak menentu sehingga menjadi sebuah misteri. Karena semuanya seakan hanya sebuah misteri yang seakan-akan semuanya itu sulit untuk dipahamidan terlihat tidak komunikatif.

6

2.         Analisis Puisi "Tapi" Karya Sutardji Calzoum Bachri
“TAPI”
aku bawakan bunga padamu
tapi kau bilang masih
aku bawakan resah padamu
tapi kau bilang hanya
aku bawakan darahku padamu
tapi kau bilang cuma
aku bawakan mimpiku padamu
tapi kau bilang meski
aku bawakan dukaku padamu
tapi kau bilang tapi
aku bawakan mayatku padamu
tapi kau bilang hampir
aku bawakan arwahku padamu
tapi kau bilang kalau
tanpa apa aku datang padamu
wah!
2.1.     Unsur Intrinsik
·      Tema
Tema dari puisi “TAPI” Karya Sutardji Calzoum Bachri adalah “hubungan antara seorang hamba dengan Tuhan-Nya”. Hal ini dapat dilihat pada setiap baris yang terletak pada puisi tersebut. Contoh saja pada baris pertama puisi, aku bawakan bunga padamu. Kata bunga, merupakan makna konotasi karena seorang hamba tidak akan membawa hal-hal demikian saat menghadap dengan penciptanya, sama halnya dengan kata resah, darah, mimpi, arwah, mayat, dan duka  yang terletak pada baris selanjutnya. Sedangkan kata bilangpada puisi merupakan makna konotasi dari firman karena Tuhan biasanya menggunakan kata “firman”.


7
·      Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang digunakan pada puisi tersebut adalah hiperbola yaitu gaya bahasa yang melebih-lebihkan. Seperti pada baris berikut “aku bawakan mayatku padamu”. Mana mungkin mayat sendiri bisa dibawa kehadapan Tuhan, hal tersebut tentu sangat berlebihan.
·      Citraan
Puisi “TAPI”Karya Sutardji Calzoum Bachri tersebut memiliki beberapa citraan, diantaranya adalah :
Citraan gerak dalam kalimat “aku bawakan bunga padamu”.
Citraan kesedihan yang tergambar pada kalimat “aku bawakan mayatku
                   padamu
”.
·      Rima
Rima yang terdapat pada puisi TAPI antara lain :
Rima sejajar, yaitu persamaan bunyi yang berbentuk sebuah kata yang dipakai berulang-ulang pada larik puisi yang mengandung kesejajaran maksud. Terletak pada seluruh baris pada puisi, dapat dilihat pada pengulangan kata aku, bawakan, padamu, tapi dan bilang.
Rima tak sempurna, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada sebagian suku kata terakhir terletak pada baris 13-14 pada kalimat :
aku bawakan arwahku padamu  
tapi kau bilang kalau
·      Diksi
Puisi “TAPI” Karya Sutardji Calzoum Bachri tersebut menggunakan beberapa gambaran kata seperti gambaran manusia, gambaran kesakitan dan gambaran usaha. Gambaran manusia terdiri atas kata aku, kau, mayat, dan arwah. Kata aku dankau merupakan kata ganti orang yaitu kata ganti orang pertama dan kata ganti orang kedua. Namun kau  dalam puisi ini bukan merupakan gambaran manusia tetapi makna sebagai Tuhan. Mayat adalah bentuk jasad dari manusia yang telah meninggal dunia. Dalam puisi ini si aku adalah manusia jadi mayat ini tentu mayat dari manusia. Sedangkan Arwah adalah roh atau berupa benda abstrak yang lebih kita kenal sebagai jiwa dari sebuah mahluk yang salah satunya dimiliki oleh makhluk hidup berupa manusia. Kata “arwah” bisa kita masukan pada gambaran manusia karena arwah yang tertera dalam puisi adalah arwah yang dibawa oleh siaku.
Gambaran  kedua yaitu gambaran kesakitan. Gambaran  kesakitan yang terdapat dalam puisi ini adalah resah dan duka. Kata resah adalah sebuah perasaan galau atau gelisah yang dialami manusia. Kata resah bisa kita golongkan dalam gambaran kesakitan karena resah itu membuat orang yang mengalaminya susah melakukan sesuatu karena dibebani oleh perasaan ini.
8
Duka, kata ini merupakan antonim dari kata “suka”. Duka adalah perasaan kepedihan dan kesengsaraan yang dialami manusia seperti saat kehilangan. Dan kata ini bisa kita golongkan dalam gambaran kesakitan karena duka ini akan membuat hati orang yang mengalaminya terasa sakit dan sedih.
Gambaran  yang ketiga yang terdapat dalam puisi tersebut adalah gambaran usaha. Kata yang bisa kita golongkan pada gambaran usaha adalah kata bawakan, bilang, dandatang. Bawakan merupakan kata kerja yaitu bawa yang berasal dari kata mem-bawayang mendapat imbukan -kan.Kata bilang adalah kata yang biasanya dilakukan oleh tindak tutur manusia seperti kata berucap atau berbicara. Kata terakhir yaitu datang hal ini merupakan usaha untuk menuju suatu tempat. 
·      Amanat
Pesan moral yang dapat diambil dari puisi tersebut adalah derajat manusia tidaklah tinggi dihadapan Tuhan apabila manusia tersebut menyombongkan segala sesuatu yang mereka punya.Dengan kata lain manusia tidak boleh merasa dirinya lebih tinggi dari orang lain karena diatas kita masih ada langit yaitu Tuhan. Hakikatnya setiap manusia kelak akan kembali kepada-Nya. Oleh karena itu kita sebagai manusia hanya dapat meminta dan memohon kepada-Nya, karena tiada lagi tempat untuk meminta.

2.2. Nilai
Nilai kerohanian pada puisi tersebut dapat dilihat pada larik puisi yang berbunyi “tanpa apa aku datang padamu”. Cuplikan larik tersebut menggambarkan bahwa seorang hamba sedang berhadapan dengan Tuhan-Nya.

3.         Analisis Puisi "BATU" Karya Sutardji Colzoum Bachri

“BATU”

Batu mawar
Batu langit
Batu duka
Batu rindu
Batu jarum
Batu bisu
Kaukah itu
Teka teki yang tak menepati janji?
Dengan seribu gunung langit tak runtuh
Dengan seribu perawan hati tak jatuh
Dengan seribu sibuk sepi tak mati
Dengan seribu beringin ingin tak teduh
9
Dengan siapa aku mengeluh?
Mengapa jam harus berdenyut sedang darah tak sampai
Mengapa gunung harus meletus sedang langit tak sampai
Mengapa peluk diketatkan sedang hati tak sampai
Mengapa tangan melambai sedang lambai tak sampai. Kau tahu?
Batu risau
Batu pukau
Batu Kau-ku
Batu sepi
Batu ngilu
Batu bisu
Kaukah itu?
Teka teki yang tak menepati janji?

3.1.Unsur Intrinsik
·      Diksi (Pilihan Kata)
Diksi merupakan pemilihan kata yang tepat, padat, dan kaya akan nuansa makna dan suasana sehingga mampu mengembangkan dan mempengaruhi daya imajinasi pembaca. Dalam puisi “BATU” pengarang (penyair) mencoba menyeleksi kata-kata yang dipakainya, sehingga kata-kata tersebut benar-benar mendukung maksud puisinya. Seperti pada bait:
Batu langit
Batu duka
Batu rindu
Batu janun
Analisis: pada bait diatas penyair menggunakan kata-kata yang mempengaruhi imajinasi pembaca. Kata-kata yang digunakan membuat pembaca berfikir maksud puisi tersebut, sebab pemilihan kata yang digunakan bukanlah kata yang sebenarnya, sehingga sulit untuk dipahami.
·      Pengimajian (citraan)
Pengimajian adalah kata atau susunan kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris seperti penglihatan, pendengaran dan perasaan. Pada puisi “BATU” pengimajian yang digunakan oleh pengarang terdapat pada:
- Citra penglihatan, pada bait:
Dengan seribu gunung hati tak runtuh
Dengan seribu beringin ingin tak teduh

10
-   Citra pendengaran, pada bait:
Mengapa gunung harus meletus
Sedang langit tak sampai

-   Citra perasaan, pada bait:
Dengan seribu perawan hati tak jauh
Dengan siapa aku mengeluh?
·      Kata-Kata Konkret
Kata konkret adalah kata-kata yang dapat menyarankan kepada arti yang menyeluruh. Kata-kata konkret yang jika dilihat secara denotatif sama, tetapi secara konotatif mempunyai arti yang berbeda sesuai dengan situasi dan kondisi pemakaiannya. Pengonkretan kata berhubungan erat dengan pengimajinasian, pengembangan dan pengiasan.
Pada puisi “BATU” kata-kata konkret terdapat pada bait:
Dengan seribu beringin
Ingin tak teduh
Analisis: dimana penyair menggambarkan banyaknya tempat berteduh, tetapi tidak ada  rasa ingin berteduh.
Sedangkan pada bait:
Batu langit
Batu duka
Batu rindu
Batu janun
Analisis: penyair meletakan makna konotasi dimana semua batu tidak ada dilangit ataupun merasakan duka dan rindu.
·      Bahasa Figuratif (Majas)
Bahasa figuratif adalah cara yang digunakan oleh penyair untuk membangkitkan dan menciptakan imajinasi dengan menggunakan gaya bahasa, perbandingan, kiasan, pelambangan, dan sebagainya. Bahasa figuratif yang digunakan dalam puisi “BATU” adalah sebagi berikut:
-          Personifikasi adalah kiasan yang memersamakan benda dengan manusia, di mana benda mati dapat berbuat seperti manusia. Hal ini terdapat pada bait:
                                                                                                                         11
Batu duka
Batu rindu
Analisis: dalam kehidupan nyata, semua batu tidak ada yang merasakan duka dn rindu, sebab batu adalah benda mati, bukan manusia.
-          Perumpamaan epos adalah perbandingan yang dilanjutkan atau diperpanjang yaitu dibentuk dengan cara melanjutkan sifat-sifat pembandingnya lebih lanjut dalam kalimat atau frase berturut-turut. Pada bait:
Dengan seribu gunung
Langit tak runtuh
Analisis: perumpamaan begitu banyaknya benda yang ada seperti gunung, tetapi langit tidak runtuh.
-          Metafora di tiap sajaknya ada beberapa atau banyak terdapat metafora, yang membuat hidup dan menambah kepuitisan. Metafora di situ merupakan ucapan yang sampai kepada hakikat, sampai pada intinya, dan menjadi simbolik. Ungkapan itu bukanlah mempergunakan logika biasa. Pada bait:
Mengapa jam harus berdenyut
Sedang darah tak sampai
Analisis: kata jam dan darah menjadi simbol dalam puisi ini.
-          Sinekdos pada umumnya dengan menyebut bagian sebagai keseluruhan atau keseluruhan untuk menyebut bagian. Sinekdos ini membuat lukisan langsung pada hakikatnya yang ditunjuk atau pada pusat perhatian. Begitulah sinekdos yang dipergunakan oleh Sutardji. Pada umumnya sinekdos yang terdapat dalam sajaknya adalah pars pro toto atau bagian untuk keseluruhan. Pada bait:
dengan seribu gunung langit tak runtuh
dengan seribu perawan hati tak jatuh
dengan seribu sibuk sepi tak mati
dengan seribu beringin ingin tak teduh
Dengan siapa aku mengeluh?           
mengapa jam harus berdenyut sedang darah tak sampai
mengapa gunung harus meletus sedang langit tak sampai

12
mengapa peluk diketatkan sedang hati tak sampai
mengapa tangan melambai sedang lambai tak sampai. Kau tahu?
Analisis: Seribu gunung, perawan, sibuk, beringin, adalah pars pro toto.
·           Verifikasi (rima, ritme dan metrum)
-          Rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi. Pada bait:
dengan seribu gunung
langit tak runtuh
dengan seribu perawan
hati tak jatuh
Analisis: pada puisi ini banyak pengulangan bunyi yang diucapkan seperti contoh kuitpan diatas yang memiliki bunyi yang sama diulang kembali.
-        Ritme adalah pengulngan bunyi, kata, dan kalimat. Pada bait:
Dengan seribu gunung langit tak runtuh
Dengan seribu perawan hati tak jauh
Dengan seribu beringin ingin tak teduh
Analisis: Jelas pada bait diatas terdapat pengulangan bunyi uh diakhir kalimat, pengulangan kata dengan seribu pada kalimat awal, tetapi tidak ada pengulangan kalimat.
-          Metrum adalah pengulangan tekanan kata yang tetap/irama yang tetap menurut pola tertentu. Pada bait:
Mengapa jam harus berdenyut sedang darah tak sampai
Mengapa gunung harus meletus sedang langit tak sampai
                        Analisis: terdapat pengulangan tekanan kata.
·           Sarana retorika
Untuk mendapatkan intensitas dan ekspresivitas, Sutardji menggunakan sarana retorika juga. Sarana retorika yang paling menonjol dalam sajak-sajaknya ialah ulangan. Ulangan-ulangan dalam sajak Sutardji bermacam-macam. Namun, semuanya itu hampir berupa ulangan yang berlebih-lebihan. Ulangan ituberupa ulangan suku kata, kata, frase, dan kalimat. Yang terbanyak adalah ulangan pola kalimat yang berupa persetujuan (paralelisme) atau juga penjumlahan pada bait:

13
batu mawar
batu langit
batu duka
batu rindu
batu jarum
batu bisu
Analisis: Pada sajak “Batu”, dapat kita lihat pengulangan kata batu di posisi awal.

4.      Analisis Puisi “SEPISAUPI”  Karya Sutardji Calzoum Bachri


“SEPISAUPI”

sepisau luka sepisau duri
sepikul dosa sepukau sepi
sepisau duka serisau diri
sepisau sepi sepisau nyanyi

sepisaupa sepisaupi
sepisapanya sepikau sepi
sepisaupa sepisaupi
sepikul diri keranjang duri

sepisaupa sepisaupi
sepisaupa sepisaupi
sepisaupa sepisaupi
sampai pisauNya kedalam nyanyi

4.1.Unsur Intrinsik
·      Tema
Kesepian. Hal ini dapat dilihat dari arti/makna puisi pada tiap baitnya, yakni:
-       Bait pertama, berarti jika hati terasa luka, terasa nyeri seprti tertusuk duri. hati yang luka membuat risau dan sepi.
-       Bait kedua berarti kesepian dimana mana membuat hati terasa nyeri.
-       Bait ketiga  berarti kesepian yang membuat aku berserah diri / mendekat diri kepada Tuhan.

14
·      Rima
Dari awal hingga akhir puisi bersajak AAAA.
sepisau luka sepisau duri
sepikul dosa sepukau sepi
sepisau duka serisau diri
sepisau sepi sepisau nyanyi

sepisaupa sepisaupi
sepisapanya sepikau sepi
sepisaupa sepisaupi
sepikul diri keranjang duri

sepisaupa sepisaupi
sepisaupa sepisaupi
sepisaupa sepisaupi
sampai pisauNya kedalam nyanyi
·      Ritme
Dibaca dengan cepat.
·      Gaya Bahasa
-          Asonansi:
Pengulangan bunyi vokal yang sama pada kata/perkataan yang berurutan dalam baris-baris puisi. Pengulangan begini menimbulkan kesan kehalusan, kelembutan, kemerduan atau keindahan bunyi. Terdapat pada kata :
Sepisapanya
Keranjang
Sepisaupa
Sepisaupi
-          Aliterasi:
Pengulangan bunyi konsonan yang sama dalam baris-baris puisi; biasanya pada awal kata/perkataan yang berurutan. Pengulangan seperti itu menimbulkan kesan keindahan bunyi. Terdapat pada kata :
sepisaupa
sepisapanya
nyanyi
·      Rasa
Sedih dan sepi
·      Diksi
Puisi ini berisi kata-kata tidak bermakna secara harfiah. Penyair juga menggunakan kata yang selalu diawali dengan afiks se- yaitu sepisau, sepikul, serisau, sepiasapanya, dan sepukau. Afiks se- ini dapat dimaknai satu. Kata “sepisaupi” pada puisi ini merupakan kependekan dari sepi, pisau, dan pikul.

15
Kata yang tidak mempunyai makna secara harfiah adalah sepisaupa, sepukau, sepisaupi, dan sepikau.  
·      Amanat
Kesepian yang mendalam dapat membawa seseorang untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.

4.2. Makna
Sepisau luka sepisau duri merupakan bentuk luka yang yang teramat sangat yang pernah dialami, penggambaran dari dosa yang telah dilakukan dan membuat penyesalan yang mendalam,kerena dosa yang telah dilakukan membuat perenungan dalam kesendirian, ketika kesendirian itu yang dirasakan hanyalah penyesalan sepisaupa sepisaupi pelukisan akan pisau dan sepi seolah-olah kesendirian yang menyakitkan, sepisapanya sepikau sepi disini takadalagi sapaan kerena kesepian yang telah dialami, sepisaupa sepisaupi pengulangan kata ini adalah penguatan tentang kesepian, sepikul diri keranjang duri adalah siksaan kesepian yang dialami sendiri dan harus ditanggung olehnya tanpa seorangpun yang membantu, sepisaupa sepisaupi penguatan kesepian yang dialami terulang-ulang sampai akhir yang selalu mendramatisir kisah kesendirian ini, sampai pisauNya ke dalam nyanyi kesedihan akan kesepian selalu menghantui diri selamanya seakan-akan irama kesepian bagai lagu dalam hati.

5.      Analisis Puisi “Tanah Air Mata” Karya Sutardji Calzoum Bachri
“TANAH AIR MATA”
Tanah airmata tanah tumpah dukaku
mata air airmata kami
airmata tanah air kami
di sinilah kami berdiri
menyanyikan airmata kami
di balik gembur subur tanahmu
kami simpan perih kami
di balik etalase megah gedung-gedungmu
kami coba sembunyikan derita kami
kami coba simpan nestapa
kami coba kuburkan duka lara tapi perih tak bisa sembunyi
16
ia merebak kemana-mana
bumi memang tak sebatas pandang
dan udara luas menunggu
namun kalian takkan bisa menyingkir
ke manapun melangkah
kalian pijak airmata kami
ke manapun terbang
kalian kan hinggap di air mata kami
ke manapun berlayar
kalian arungi airmata kami
kalian sudah terkepung
takkan bisa mengelak
takkan bisa ke mana pergi
menyerahlah pada kedalaman air mata

5.1. Makna
Puisi ini dituliskan Sutardji Calzoum Bachri menggambarkan penderitaan warga Riau karena adanya keserakahaan dari Pusat. Pemerintah pusat dengan sangat mudahnya mengambil segala apa yang ada di Riau, khususnya Sumber Daya Alam. Mereka mengambil itu semua tanpa mempertimbangkan perasaan rakyat Riau.
Puisi ini dituliskan Sutardji Calzoum Bahri seakan ini merupakan jeritan dan isi hati seluruh masyarakat Riau.
Tanah airmata tanah tumpah dukaku
 mata air airmata kami
 airmata tanah air kami
Sutardji menggunakan kata 'air mata' dengan makna sebenarnya. Seakan menggambarkan betapa perihnya masyarakat membangun sebuah dunia (khususnya Riau), dengan banyak airmata yang menetes ke tanah, menyimpulkan bahwa sudah banyak airmata yang tertetes ditanah, dan seolah-olah digambarkan bahwa tanah tersusun oleh airmata yang merupakan unsur paling banyak (majas Hiperbola).
17
di balik gembur subur tanahmu
 kami simpan perih kami
 di balik etalase megah gedung-gedungmu
 kami coba sembunyikan derita kami
Bait ini menggambarkan betapa ironisnya fakta yang ada dimasyarakat. Dibalik semua kesuburan tanah yang ada tersimpan semua penderitaan masyarakat. Seolah membandingka antara dua hal sangat sangat berbeda 180 derajat. Antara langit dan bumi misalnya.
Puisi ini seakan berisikan sindiran-sindiran untuk para penguasa, dalam hal ini pemerintah. Misalnya tanah subur dan gedung-gedung megah tersimpan perih dan derita masyarakat jelata yang tak bisa berbuat apa-apa. Tak ada kuasa.
kami coba simpan nestapa
kami coba kuburkan duka lara tapi perih tak bisa sembunyi
ia merebak kemana-mana
Pada awalnya, masyarakat memilih bungkam dan seakan tak mau melihat fakta yang terjadi. Namun pada akhirnya, masyarakat tak tahan lagi terhadap apa yang terjadi. Terasa sakit dihati masyarakat melihat para penguasa terus melakukan perbuatan-perbuatan yang menyekik masyarakat. Lara tak bisa sembunyi, Semakin besar dendam masyarakat pada pemerintah.
bumi memang tak sebatas pandang
 dan udara luas menunggu
 namun kalian takkan bisa menyingkir
 ke manapun melangkah
 kalian pijak airmata kami
 ke manapun terbang
 kalian kan hinggap di air mata kami
 ke manapun berlayar
 kalian arungi airmata kami
18
 
Masyarakat seakan sudah tak sabar lagi. Mereka menyerukan suara mereka. Mereka menyudutkan para penguasa dengan orasi-orasi mereka, dengan semua penderitaan yang pernah mereka terima. Dengan semua sejarah pahit yang mereka alami, mereka terus membuat hati para penguasa menjadi getir melihat apa yang ada dibalik sejarah kelam masyarakat Riau.
kalian sudah terkepung
takkan bisa mengelak
takkan bisa ke mana pergi
Masyarakat terus menyudutkan para penguasa karena semua perih dan derita yang dialami tidak bisa dihilangkan karena akan terus tersirat di nadi mereka. Para penguasa tidak bisa menutup mata terhadap apa yang terjadi dan menjadi sejarah kelam masyarakat, khususnya masyarakat Riau pada puisi ini.
menyerahlah pada kedalaman air mata
Menggambarkan tuntutan terakhir masayarkat kepada para penguasa agar mereka semua sadar terhadap apa yang terjadi atau para penguasa akan tenggelam dilautan airmata masyarakat dan mati. Masyarakat menuntut para penguasa untuk mulai memperhatikan semua penderitaan mereka.















19
BAB III
PENUTUP


1.    Kesimpulan
Dalam puisi-puisi karya Sutardji Calzoum Bachri banyak menggunakan bunyi yang bersifat estetik, merupakan unsur puisi untuk mendapatkan keindahan dan tenaga ekspresif. Bunyi ini erat hubungannya dengan anasir-anasir musik, misalnya lagu, melodi, irama dan sebagainya. Menurut kamus istilah sastra , Bunyi merupakan nada, laras, suara yang ditangkap atau diterima oleh alat indera, terutama alat-alat bicara.
Melalui dekonstruksi ini diketahui makna filosofi yang terkandung dari setiap puisi karya Sutardji Calzoum Bachri.






           
























20
DAFTAR PUSTAKA



Effendi. 1972. Bimbingan Apresiasi Puisi. Jakarta: Nusa Indah

Laelasari. 2006. Kamus Istilah Sastra. Bandung : Nuansa Aulia

Pradopo, Djoko Rachmat. 1990. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada University Pers.

Suharianto. 2009. Pengantar Apresiasi Puisi. Semarang: Bandungan Institute.

Pradopo, Rachmat Djoko. 1990. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Pradotokusumo, Partini Sardjono. 2005. Pengkajian Sastra. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Ratna, Nyoman Kutha. 2008. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Wiyatmi, 2006. Pengantar Kajian Sastra. Jakarta: Pustaka

W.S., Hasanudin. 2002. Membaca dan Menilai Puisi. Bandung: Angkasa.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar