TAPI
aku bawakan
bunga padamu
tapi kau bilang
masih
aku bawakan
resah padamu
tapi kau bilang
hanya
aku bawakan
darahku padamu
tapi kau bilang
cuma
aku bawakan
mimpiku padamu
tapi kau bilang
meski
aku bawakan
dukaku padamu
tapi kau bilang
tapi
aku bawakan
mayatku padamu
tapi kau bilang
hampir
aku bawakan
arwahku padamu
tapi kau bilang
kalau
tanpa apa aku
datang padamu
wah!
Analisis Puisi :
A.
Unsur Intrinsik
·
Tema
Tema dari puisi “TAPI” Karya
Sutardji Calzoum Bachri adalah “hubungan antara seorang hamba dengan
Tuhan-Nya”. Hal ini dapat dilihat pada setiap baris yang terletak pada puisi
tersebut. Contoh saja pada baris pertama puisi, aku bawakan bunga padamu. Kata
bunga, merupakan makna konotasi karena seorang hamba tidak akan membawa hal-hal
demikian saat menghadap dengan penciptanya, sama halnya dengan kata resah,
darah, mimpi, arwah, mayat, dan duka
yang terletak pada baris selanjutnya. Sedangkan kata bilangpada puisi
merupakan makna konotasi dari firman karena Tuhan biasanya menggunakan kata
“firman”.
·
Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang digunakan pada
puisi tersebut adalah hiperbola yaitu gaya bahasa yang melebih-lebihkan.
Seperti pada baris berikut “aku bawakan mayatku padamu”. Mana mungkin mayat
sendiri bisa dibawa kehadapan Tuhan, hal tersebut tentu sangat berlebihan.
·
Citraan
Puisi “TAPI”Karya Sutardji
Calzoum Bachri tersebut memiliki beberapa citraan, diantaranya adalah :
Citraan gerak dalam kalinmat “aku
bawakan bunga padamu”.
Citraan kesedihan yang tergambar
pada kalimat “ aku bawakan mayatku padamu”.
·
Rima
Rima yang terdapat pada puisi TAPI antara lain :
Rima sejajar, yaitu persamaan
bunyi yang berbentuk sebuah kata yang dipakai berulang-ulang pada larik puisi
yang mengandung kesejajaran maksud. Terletak pada seluruh baris pada puisi,
dapat dilihat pada pengulangan kata aku, bawakan, padamu, tapi dan bilang.
Rima tak sempurna, yaitu
persamaan bunyi yang terdapat pada sebagian suku kata terakhir terletak pada
baris 13-14 pada kalimat :
aku bawakan arwahku padamu
tapi kau bilang kalau
Diksi
Puisi “TAPI” Karya Sutardji
Calzoum Bachri tersebut menggunakan beberapa gambaran kata seperti gambaran
manusia, gambaran kesakitan dan gambaran usaha. Gambaran manusia terdiri atas
kata aku, kau, mayat, dan arwah. Kata aku dankau merupakan kata ganti orang
yaitu kata ganti orang pertama dan kata ganti orang kedua. Namun kau dalam puisi ini bukan merupakan gambaran
manusia tetapi makna sebagai Tuhan. Mayat adalah bentuk jasad dari manusia yang
telah meninggal dunia. Dalam puisi ini si aku adalah manusia jadi mayat ini
tentu mayat dari manusia. Sedangkan Arwah adalah roh atau berupa benda abstrak
yang lebih kita kenal sebagai jiwa dari sebuah mahluk yang salah satunya
dimiliki oleh makhluk hidup berupa manusia. Kata “arwah” bisa kita masukan pada
gambaran manusia karena arwah yang tertera dalam puisi adalah arwah yang dibawa
oleh siaku.
Gambaran kedua yaitu gambaran kesakitan. Gambaran kesakitan yang terdapat dalam puisi ini
adalah resah dan duka. Kata resah adalah sebuah perasaan galau atau gelisah
yang dialami manusia. Kata resah bisa kita golongkan dalam gambaran kesakitan
karena resah itu membuat orang yang mengalaminya susah melakukan sesuatu karena
dibebani oleh perasaan ini. Duka, kata ini merupakan antonim dari kata “suka”. Duka
adalah perasaan kepedihan dan kesengsaraan yang dialami manusia seperti saat
kehilangan. Dan kata ini bisa kita golongkan dalam gambaran kesakitan karena
duka ini akan membuat hati orang yang mengalaminya terasa sakit dan sedih.
Gambaran yang ketiga yang terdapat dalam puisi
tersebut adalah gambaran usaha. Kata yang bisa kita golongkan pada gambaran
usaha adalah kata bawakan, bilang, dandatang. Bawakan merupakan kata kerja
yaitu bawa yang berasal dari kata mem-bawayang mendapat imbukan -kan.Kata bilang
adalah kata yang biasanya dilakukan oleh tindak tutur manusia seperti kata
berucap atau berbicara. Kata terakhir yaitu datang hal ini merupakan usaha
untuk menuju suatu tempat.
·
Amanat
Pesan moral yang dapat diambil
dari puisi tersebut adalah derajat manusia tidaklah tinggi dihadapan Tuhan
apabila manusia tersebut menyombongkan segala sesuatu yang mereka punya.Dengan
kata lain manusia tidak boleh merasa dirinya lebih tinggi dari orang lain
karena diatas kita masih ada langit yaitu Tuhan. Hakikatnya setiap manusia
kelak akan kembali kepada-Nya. Oleh karena itu kita sebagai manusia hanya dapat
meminta dan memohon kepada-Nya, karena tiada lagi tempat untuk meminta.
B. Unsur Ekstrinsik
Biografi Penulis
Sutardji Calzoum Bachri (lahir di
Rengat, Indragiri Hulu, 24 Juni1941; umur 73 tahun) adalah pujanggaIndonesia
terkemuka. Setelah lulus SMA Sutardji Calzoum Bachri melanjutkan studinya ke
Fakultas Sosial Politik Jurusan Administrasi Negara, Universitas Padjadjaran,
Bandung. Pada mulanya Sutardji Calzoum Bachri mulai menulis dalam surat kabar
dan mingguan di Bandung, kemudian sajak-sajaknyai dimuat dalam majalah Horison
dan Budaya Jaya serta ruang kebudayaan Sinar Harapan dan Berita Buana.
Dari sajak-sajaknya itu Sutardji
memperlihatkan dirinya sebagai pembaharu perpuisian Indonesia. Terutama karena
konsepsinya tentang kata yang hendak dibebaskan dari kungkungan pengertian dan
dikembalikannya pada fungsi kata seperti dalam mantra.
Pada musim panas 1974, Sutardji
Calzoum Bachri mengikuti Poetry Reading International di Rotterdam. Kemudian ia
mengikuti seminar International Writing Program di Iowa City, Amerika Serikat
dari Oktober 1974 sampai April 1975. Sutardji juga memperkenalkan cara baru
yang unik dan memikat dalam pembacaan puisi di Indonesia.
Sejumlah sajaknya telah
diterjemahkan Harry Aveling ke dalam bahasa Inggris dan diterbitkan dalam
antologi Arjuna in Meditation (Calcutta, India), Writing from the World
(Amerika Serikat), Westerly Review (Australia) dan dalam dua antologi berbahasa
Belanda: Dichters in Rotterdam (Rotterdamse Kunststichting, 1975) dan Ik wil
nog duizend jaar leven, negen moderne Indonesische dichters (1979). Pada tahun
1979, Sutardji dianugerah hadiah South East Asia Writer Awards atas prestasinya
dalam sastra di Bangkok, Thailand.
O Amuk Kapak merupakan penerbitan yang lengkap sajak-sajak
Calzoum Bachri dari periode penulisan 1966 sampai 1979. Tiga kumpulan sajak itu
mencerminkan secara jelas pembaharuan yang dilakukannya terhadap puisi
Indonesia modern.
Nilai yang Terkandung dalam Puisi
Nilai Kerohanian
Nilai kerohanian pada puisi
tersebut dapat dilihat pada larik puisi yang berbunyi “tanpa apa aku datang
padamu”. Cuplikan larik tersebut menggambarkan bahwa seorang hamba sedang
berhadapan dengan Tuhan-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar