Senin, 06 Juni 2016

Analisis Puisi "O" Karya Sutardji Calzoum Bachri

"O"

dukaku dukakau dukarisau dukakalian dukangiau
resahku resahkau resahrisau resahbalau resahkalian
raguku ragukau raguguru ragutahu ragukalian
mauku maukau mautahu mausampai maukalian maukenal maugapai
siasiaku siasiakau siasia siabalau siarisau siakalian siasia
waswasku waswaskau waswaskalian waswaswaswaswaswaswaswaswaswas
duhaiku duhaikau duhairindu duhaingilu duhaikalian duhaisangsai
oku okau okosong orindu okalian obolong o risau o Kau O.

A.      Unsur Intrinsik
·                  Tema
Tema yang terdapat dalam puisi O adalah kebimbangan seseorang yang sedang berduka dan resah karena mencari sosok Tuhan. Sosok tersebut mau mengenal Tuhan lebih jauh karena dia merasa ragu terhadap keyakinannya. Namun pencariannya terasa sia-sia. Maka sang tokoh pun merasa was-was.
·         Tipografi
Tipografi disebut juga ukiran bentuk puisi. Tipografi adalah tatanan larik, bait, kalimat, frase, kata dan bunyi untuk menghasilkan suatu bentuk fisik yang mampu mendukung isi, rasa dan suasana.
Tipografi yang digunakan dalam puisi O adalah tipografi bebas sesuai dengan kenginginan penyair.
·         Rima/Aliterasi
Rima yang terdapat dalam puisi O adalah rima aliterasi. Rima aliterasi adalah bunyi-bunyi awal pada tiap-tiap kata yang sebaris, maupun pada baris-baris berlainan.
Contohnya:
dukaku dukaku dukarisau dukakalian dukangiau
Bunyi d pada kata-kata dalam baris pertama bait puisi di atas disebut rima aliterasi.
resahku resahkau resahrisau resahbalau resahkalian
Bunyi r pada kata-kata dalam baris pertama bait puisi di atas disebut rima aliterasi.
·         Diksi
Dalam puisi O ini Sutardji memilih kata-kata yang yang tepat. Seperti apa yang dia katakan bahwa kata itu adalah pengertian itu sendiri tidak harus bermakna lain. Sehingga dalam puisinya ini hanya ada makna denotasi. Dalam puisi ini kata-kata yang digunakan. Sutardji adalah kata-kata yang bisa digunakan dalam bahasa sehari-hari. Tetapi ada kata yang berasal dari bahasa daerah antara yaitu bahasa Jawa, terlihat pada kata ”bolong” yang berarti berlubang. Yakni suatu kekosongan.
·         Citraan
Dalam puisi O ini terdapat beberapa pencitraan antara lain, gerak, pedengaran, perasa dan penglihatan. Gerak terlihat dari kata”maugapai” karena seakan kita bergerak untuk menggapai harapan itu. Pendengaran terlihat dari kata ”dukangiau” karena kata ngiau disitu adalah suara hewan yakni kucing sebagai suatu bahan perbandingan. Indera perasa juga terasa dilibatkan dalam kata ”duhaingilu” sehingga pembaca seakan ikut merasa ngilu dengan membaca puisi tersebut. Selain itu juga ada pencitraan penglihatan pada kata ”okosong” dan ”obolong” karena kosong dan bolong itu hanya bisa diketahui dangan melihat suasana.
Semuanya merupakan pencintran yang bertujuan membawa pembaca dengan segenap inderanya sehingga bisa merasakan sakit dan kehampaan yang ada dalam puisi tersebut. Dengan melibatkan indewra bisa dirasakan dengan seluruh imajinasinya apa yang ada dalam puisi tersebut
·         Majas
Bahasa kiasan yang ditampilkan adalah repetisi, yakni pengulangan kata guna menekankan arti pada kata itu. Seperti tekanan pada kata ”duka” yang diulang sampai lima kali terlihat kalau sang penyair sedang mengalami duka entah duka pada dirinya, pada kau atau mungkin kekasihnya, dukau pada temannya    ataupun    duka    seekor    kucing.
Begitu juga penekanan pada kata resah, ragu, mau, sia-sia, waswas, duhai, dan o adalah sebuah tekanan yang memberi makna lebih pada duka, keresahan yang akhirnya menimbulkan ragu dan juga keingintahuan walaupun itu hanya sia-sia dan membuat waswas. Pengulangan kata itu merupakan penekanan juga pada artinya.
·         Nada
Nada  (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya, misalnya sikap rendah hati, menggurui, mendikte, persuasif, dan lain-lain. Sikap penyair kepada pembaca atau pendengar puisi O adalah persuasif sebab penyair ingin agar semua pembaca atau pendengar puisi tersebut untuk sama-sama merasakan apa yang penyair rasakan, yakni melalui kata duhai.
·         Rasa
Rasa atau emosional adalah sentuhan perasaan penulisannya dalam bentuk kepuasan, keheranan, kesedihan, kemarahan atau yang lain.
Rasa atau emosional yang hendak ditunjukan penulis dalam puisi O adalah rasa kebimbangan yang melanda dirinya.
·         Perasaan
Perasaan (feeling) adalah sikap pengarang terhadap tema (subjek matter) dalam puisinya, misalnya simpatik, konsisten, senang, sedih, kecewa, dan lain-lain. Sikap pengarang terhadap tema dalam puisi O adalah resah dan ragu.
·         Kata konkret
Kata konkret (imajinasi) adalah penggunaan kata-kata yang tepat (diksi yang baik) atau bermakna denotasi oleh penyair.Dalam puisi O pengarang hanya menggunakan kata yang bermakna denotasi.
·         Verifikasi
Verifikasi adalah berupa rima (persamaan bunyi pada puisi, di awal, di tengah, dan di akhir); ritma (tinggi-rendah, panjang-pendek, keras-lemahnya bunyi).
Rima yang terdapat dalam puisi O adalah rima aliterasi. Rima aliterasi adalah bunyi-bunyi awal pada tiap-tiap kata yang sebaris, maupun pada baris-baris berlainan.
Contohnya:
dukaku dukaka u dukarisau dukakalian dukangiau
(Bunyi d pada kata-kata dalam baris pertama bait puisi di atas disebut rima aliterasi.)
resahku resahkau resahrisau resahbalau resahkalian
(Bunyi r pada kata-kata dalam baris pertama bait puisi di atas disebut rima aliterasi.)
Ritma yang digunakan dalam puisi O adalah:
Dukaku dukakau dukarisau dukakalian dukangiau
resahku resahkau resahrisau resahbalau resahkalian
raguku ragukau raguguru ragutahu ragukalian
mauku maukau mautahu mausampai maukalian maukenal maugapai
siasiaku siasiakau siasia siabalau siarisau siakalian siasia
waswasku waswaskau waswaskalian waswaswaswaswaswaswaswaswaswas
duhaiku duhaikau duhairindu duhaingilu duhaikalian duhaisangsai
 (rendah-tinggi, lemah-keras)
oku okau okosong orindu okalian obolong o risau o Kau O...
(pendek-panjang)
·         Amanat
Amanat dalam puisi O adalah seorang manusia harus selalu berusaha dengan sebaik-baiknya dalam menjalani baik buruknya kehidupan didunia dan setelah itu menyerahkan segala sesuatunya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
·         Tujuan
Penyair  memiliki tujuan agar semua pembaca atau pendengar puisi tersebut untuk sama-sama merasakan apa yang penyair rasakan, melalui kata duhai.

B. UnsurEkstrinsik
1. Pengarang
Sutardji Calzoum Bachri dilahirkan pada tanggal 24 Juni 1943 di Rengat, Indragiri Hulu, Riau.
Latar Belakang Pendidikan:
Setelah lulus SMA, ia melanjutkan pendidikannya sampai tingkat doktoral, Jurusan Administrasi Negara, Fakultas Sosial Universitas Padjadjaran,    Bandung. Sutardji adalah anak kelima dari sebelas saudara dari pasangan Mohammad Bachri (dari Prembun, Kutoarjo, Jawa Tengah) dan May Calzoum (dari Tanbelan, Riau). Dia menikah dengan Mariham Linda (1982) dikaruniai seorang anak perempuan bernama Mila Seraiwangi.
Latar Belakang Pekerjaan:
Kariernya di bidang kesastraan dirintis sejak mahasiswa yang diawali dengan menulis dalam surat kabar mingguan di Bandung.Selanjutnya, ia mengirimkan sajak-sajak dan esainya ke media massa di Jakarta, seperti Sinar Harapan, Kompas, Berita Buana, majalah bulanan Horison, dan Budaya Jaya.Di samping itu, ia mengirimkan sajak-sajaknya ke surat kabar lokal, seperti Pikiran Rakyat di Bandung dan Haluan di Padang. Sejak itu, Sutardji Calzoum Bachri diperhitungkan sebagai seorang penyair.Pada tahun 2000—2002 Sutardji Calzoum Bachri menjadi penjaga ruangan seni “Bentara”, khususnya menangani puisi pada harian Kompas setelah berhenti menjadi redaktur majalah Horison.
Latar Belakang Kesastraan / Kebahasaan:
Sutardji Calzoum Bachri selain menulis juga aktif dalam berbagai kegiatan, misalnya mengikuti International Poetry Reading di Rotterdam, Belanda (1974), mengikuti International Writing Program di Universitas Iowa, Iowa City, USA (Oktober 1974—April 1975), bersama Kiai Haji Mustofa Bisri dan taufiq Ismail.Ia pernah diundang ke Pertemuan International Para Pelajar di Bagdad, Irak, pernah diundang Menteri keuangan Malaysia, Dato Anwar Ibrahim, untuk membacakan puisinya di Departemen Keuangan Malaysia, mengikuti berbagai pertemuan Sastrawan ASEAN, Pertemuan Sastrawan Nusantara di Singapura, malaysia, dan Brunei Darussalam, serta pada tahun 1997 Sutardji membaca puisi di Festival Puisi International Medellin, Columbia.

Karya:
Sutardji dengan “Kredo Puisi”nya menarik perhatian dunia sastra di Indonesia.
Beberapa karyanya adalah:
O (Kumpulan Puisi, 1973),
Amuk (Kumpulan Puisi, 1977), dan
Kapak (Kumpulan Puisi, 1979).
Kumpulan puisnya, Amuk, pada tahun 1976/1977 mendapat Hadiah Puisi Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). Kemudian pada tahun 1981 ketiga buku kumpulan pusinya itu digabungkan dengan judul O, Amuk, Kapak yang diterbitkan oleh Sinar Harapan.
Selain itu, puisi-puisinya juga dimuat dalam berbagai antologi, antara lain:
Arjuna in Meditation (Calcutta, India, 1976),
Writing from The Word (USA),
Westerly Review (Australia),
Dchters in Rotterdam (Rotterdamse Kunststechting, 1975),
Ik Wil Nogdulzendjaar Leven, Negh Moderne Indonesische Dichter (1979),
Laut Biru, Langit Biru (Jakarta: Pustaka Jaya, 1977),                          
Parade Puisi Indonesia (1990),
Majalah Tenggara,
Journal of Southeast Asean Lietrature 36 dan 37 (1997), dan
Horison Sastra Indonesia: Kitab Puisi (2002).
Sutardji selain menulis puisi juga menulis esai dan cerpen. Kumpulan cerpennya yang sudah dipublikasikan adalah Hujan Menulis Ayam (Magelang, Indonesia Tera:2001). Sementara itu, esainya berjudul Gerak Esai dan Ombak Sajak Anno 2001 dan Hujan Kelon dan Puisi 2002 mengantar kumpulan puisi “Bentara”.
Sutardji juga menulis kajian sastra untuk keperluan seminar. Sekarang sedang dipersiapkan kumpulan esai lengkap dengan judul “Memo Sutardji”
Penghargaan:
Penghargaan yang pernah diraihnya adalah:
Hadiah Sastra Asean (SEA Write Award) dari Kerajaan Thailand (1997),
Anugrah Seni Pemerintah Republik Indonesia (1993),
Penghargaan Sastra Chairil Anwar (1998), dan
Dianugrahi gelar Sastrawan Perdana oleh Pemerintah Daerah Riau (2001).

2.  Nilai-nilai
Nilai-nilai kemasyarakatan yang terdapat dalam puisi O adalah:
Nilai Agama
Di dalam puisi O kita diajarkan untuk selalu berusaha dengan sebaik-baiknya dalam menjalani baik buruknya kehidupan didunia dan setelah itu menyerahkan segala sesuatunya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Nilai Pendidikan
Di dalam puisi O kita diajarkan untuk selalu optimis dalan menjalani kehidupan, walaupun banyak rintangan yang selalu menghadang.
Nilai Sosial
Di dalam puisi O kita diajarkan untuk bisa saling merasakan dan setidaknya juga bisa membantu jika kita sanggup uuntuk membantu, karena kita hidup tidak seorang diri melainkan bermasyarakat
Nilai Moral
Di dalam puisi O kita diajarkan untuk selalu berbuat dengan ikhlas dalam setiap usaha yang kita lakukan demi masa depan yang lebih baik, meskipun usaha yang selalu kita lakukan tidak selamanya berhasil.

3.  Kemasyarakatan

Puisi O ini dibuat pada tahun 1973, pada masa ini kondisi masyarakat masih dipengaruhi oleh PKI yang sedang marak-marak di Indonesia. PKI yang sebenarnya menganut paham atheis (tidak mempercayai Tuhan) ikut mempengaruhi masyarakat, sehingga puisi ini merupakan hakikat dari Tuhan dan dosa. Tentang bagaimana manusia merasa berdosa dengan segala keresahan dan kesedihan sehingga semuanya hanya bisa dikembalikan pada Tuhan.

4. Makna

Kata-kata yang seakan berupa mantra itu merupakan ekspresi dari doa. Penyair merasa duka, resah dan ragu yang mendalam. Perasaan inilah yang membuat penyair berkeinginan untuk mencapainya walaupun semuanya harus    sia-sia.
Semuanya hanya tinggal perasaan waswas dan kehampaan. Kehampaan yang dirasakan itu dilambangkan dengan kata bolong dan kosaong yang seakan-akan seperti huruf O. Jadi sebenarnya huruf O adalah penggambaran dari perasaan hampa dan kosong sang penyair.

Selain itu kata-katanya yang seperti mantra seakan-akan menyiratkan bahwa puisi itu adalah doa. Hingga puisi itu merupakan hakikat dari Tuhan dan dosa. Tentang bagaimana manusia merasa berdosa dengan segala keresahan dan kesedihan sehingga semuanya hanya bisa dikembalikan pada Tuhan.
Sajak ini menggambarkan suasana optimis pada penyair. Suasana optimis ini berubah menjadi absurd, karena walaupun sudak merasa tidak mungkin tetapi masih ada usaha untuk mengapai semua itu. Dengan keyakinan semuanya akan bisa tercapai walaupun itu juga tak mungkin.

Sajak ini kata-katanya dikuai oleh emosi dan rasioyang tak menentu sehingga menjadi sebuah misteri. Karena semuanya seakan hanya sebuah misteri yang seakan-akan semuanya itu sulit untuk dipahamidan terlihat tidak komunikatif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar